Signifikansi Tradisi Keilmuan dalam Peradaban Islam
I. Pendahuluan
“Peradaban Islam adalah peradaban ilmu”
Terang Hamid Fahmi Zarkasyi, Direktur Institute for Study of Islamic Thought
and Civilization ( ISTAC) di Jakarta dalam wawancaranya dengan Republika.
Beliau menjelaskan bahwa substansi
peradaban Islam ibarat pohon (syajarah) yang akarnya tertanam kuat di bumi,
dahan-dahannya menjulang tinggi ke langit, dan memberi rahmat bagi alam semesta
(Lihat Al-qur’an Surah Ibrahim 24-25). Akar itu adalah teologi Islam (tauhid)
yang berdimensi epistemologis.
Karena faktor ilmu yang bersumber dari
konsep-konsep dalam Al-qur’an, peradaban pun berkembang. Dari pemahaman
terhadap Alqur’an, lahirlah tradisi intelektual Islam. Dari tradisi yang
membentuk komunitas itu, lahirlah konsep-konsep keilmuan dan akhirnya disiplin
keilmuan Islam. Dari ilmu, lahirlah sistem sosial, politik, ekonomi, dan budaya
Islam. Itulah peradaban Islam. Jadi, peradaban Islam adalah peradaban ilmu.
II. Pembahasan
A. Ilmu sebagai dasar peradaban
Bicara tentang peradaban tak lepas dari
bicara tentang unsur – unsur pembentuk peradaban. Ilmu adalah bagian dari
peradaban – peradaban manapun - bahkan merupakan dasar dari suatu peradaban.
Tanpa ilmu, tidak akan ada peradaban yang lahir. Seperti peradaban Islam yang
lahir dari tradisi keilmuan Islam yang bersumber dari Al– qur’an dan Hadist
yang menjadi pedoman pokok.
Ilmu memegang peranan yang sangat
fundamental dalam proses pembentukan suatu peradaban. Begitu pentingnya masalah
ilmu ini, buku-buku klasik Islam - semacam kitab-kitab hadist seperti Sahih
Bukhari atau Sahih Muslim atau kitab
klasik Ihya Ulumuddin karangan Al Ghazali - memulai awal bab-nya
mengenai ilmu. Peran penting ilmu ini bahkan diungkapkan oleh Imam Bukhari.
Untuk mengilustrasikan pentingnya ilmu
dapat dikutip kata – kata bijak Imam Al –Ghazali. Beliau mengatakan,
“Orang-orang yang selalu belajar akan sangat dihormati dan semua kekuatan yang
tidak dilandasi pengetahuan akan runtuh.”
Seorang ulama kontemporer, Yusuf Qadrawi,
juga mengungkapkan bahwa ilmu merupakan pembuka jalan bagi kehidupan spiritual
yang terbimbing. Ilmu merupakan petunjuk iman, penuntun amal; ilmu juga yang
membimbing keyakinan dan cinta. Dalam risalahnya mengenai prioritas masa depan
gerakan Islam, beliau menempatkan sisi intelektual dan ilmu pengetahuan sebagai
prioritas.
Konsep ilmu memiliki pengaruh yang sangat
besar dalam tubuh peradaban dan menjadi ruh dari peradaban Islam . kejayaan
Peradaban Islam dalam sejarah klasiknya bahkan diidentikkan dengan kejayaan ilmu
pengetahuan.
Prof Wan Moh. Nor Wan Daud pernah
mengungkapkan bahwa pencapain-pencapaian peradaban Islam dahulu amat sangat
terkait dengan adanya tradisi ilmu di dalamnya, dan hal ini sudah tercatat
dalam sejarah. Dari perspektif sejarah terbukti bahwa sebuah bangsa yang kuat
tetapi tidak ditunjang oleh tradisi ilmu yang baik, akan mengadopsi ciri dan
kekhasan bangsa yang ditaklukkannya tetapi memiliki tradisi ilmu yang baik.
Contoh kongkret dari pernyataan ini adalah Bangsa Tartar yang mengobrak-abrik
peradaban Islam di Baghdad dahulu kala tetapi justru malah terislamisasikan.
Bagaimana wujud tradisi ilmu ini bisa dicirikan dengan terwujudnya masyarakat
yang melibatkan diri dalam kegiatan keilmuan, ilmu merupakan keutamaan
tertinggi dalam sistem nilai pribadi dan masyarakat. Munculnya
penemuan-penemuan saintifik atau kemajuan teknologi di dunia Islam pada masa
silam tidaklah terbayangkan tanpa adanya tradisi ilmu yang menggerakkannya,
karena pencapaian-pencapaian itu adalah manifestasi dari tradisi ilmu itu
sendiri yang ada pada saat itu.
Dari ulasan di atas, jelaslah bahwa ilmu
adalah dasar atau landasan yang fundamental bagi pembentukan sebuah
peradaban.dan tradisi ilmu dalam masyarakat tertentu menentukan bagaimana
peradaban dalam masyarakat tersebut.
B.
Sumber
Ilmu dalam Islam
Sumber ilmu dalam Islam adalah Al–qur’an
dan Hadist. Dimana setiap ilmu dikembangkan sedemikian rupa dan tidak boleh
bertentangan dengan 2 pedoman tersebut - yaitu Al –qur’an dan hadist / sunnah-
baik dalam wujud, tujuan maupun implementasinya.
C.
Tradisi
Intelektual / Keilmuan Islam
Berdasarkan sumber ilmu dalam Islam –
Al-qur’an dan Hadist – lahirlah tradisi keilmuan dalam Islam meliputi fiqh,
kalam / tauhid, tasawuf bahkan filsafat. Dari tradisi ini lahirlah konsep –
konsep ilmu seperti kedokteran, fisika, biologi, dll. Bagaimana kolerasi antara
fiqh, kalam, tasawuf dan filsafat dengan ilmu – ilmu seperti kedokteran,
fisika, biologi, dll adalah wujud keunggulan dalam tradisi keilmuan Islam. Para
ilmuwan kedokteran, fisika, biologi, dll merupakan para ahli fiqh, ahli kalam,
failasuf bahkan sufi yang sangat tunduk dan taat pada Allah dengan segala
perintah dan larangan - Nya. Hal ini yang sangat terlihat berbeda dengan para
ilmuwan yang banyak kita temui dewasa ini yang lahir dari tradisi keilmuan
barat sekuler ( saya menyebut barat sekuler – bukan barat saja - untuk
menunjukkan bahwa saya tidak mengeneralisir barat yang akan menimbulkan kesan
seakan – akan anti dengan semua yang berbau barat) yang mendikotomi antara ilmu
dengan agama seolah – olah keduanya sangat terpisah jauh dan tidak ada kaitan
satu sama lain.
Tradisi keilmuan Islam tersebut melahirkan
peradaban Islam yang menawarkan pencerahan bagi kehidupan karena nilai – nilai
yang dibawa dengan berlandaskan Al – qur’an dan hadist Nabi dengan misi
rahmatan lil alamin. Dengan tradisi keilmuan Islam yang luar biasa hebat pada
masa silam, maka Islam berjaya selama tujuh abad lebih. Dengan tradisi keilmuan
Islam, Daulah Islam dapat menguasai dan mencerahkan Eropa yang dulunya miskin
dan berada dalam masa kegelapan ( dark ages ) dan membawanya menuju peradaban
yang maju, masa pencerahan ( the age of Enlightenment ).
Jika diamati, terdapat satu kekhasan dalam
tradisi keilmuan Islam pada masa silam yang dikembangkan ilmuwan – ilmuwan
muslim pada saat itu yang justru membawa kejayaan bagi tradisi keilmuan itu
sendiri dan peradaban Islam pada saat itu, yang tidak dimiliki peradaban lain
seperti barat misalnya.yaitu adanya unsur – unsur berikut :
Ø
Kerendahhatian
Contoh : Al-Haytsam dalam karyanya Optics, mengakui bahwa
pengetahuannya terbatas dan mungkin ada kesalahan dlm karyanya.
Hal ini menunjukkan Kerendahhatian
yang merupakan tonggak
dasar dalam tradisi keilmuan Islam.
Ø Pengakuan akan keterbatasan metode
ilmiah
Contoh : Al-Biruni
mengingatkan pembaca akan keterbatasan metodenya. Mengakui banyak metode dalam sains, baik nalar, eksperimen, dan intuisi.
Berbeda dengan gagasan ilmuwan barat
seperti Bacon yang
hanya terpaku pada empirisme dan rasionalisme.
Ø
Penghargaan terhadap
subjek yg diamati, alam,dll
Para ilmuwan muslim menghargai subjek – subjek yang diamati
dengan landasan bahwa itu semua adalah tanda – tanda kebesaran Allah yang
justru membuat mereka semakin tunduk dan taat pada Allah dengan ilmu yang
dimilikinya.
D.
Tujuan
Ilmu dalam Islam
Islam memandang bahwa ilmu adalah alat
untuk mendapatkan pengetahuan
tentang Allah, keridhoan, dan kedekatan
kepada- Nya. Itulah
mengapa ilmu menjadi sangat signifikan dan fundamental dalam Islam. Bahkan
menuntut ilmu dihukumi wajib bagi setiap muslim. Hal ini banyak diterangkan
dalam Al – Qur’an maupun hadist yang menjelaskan pentingnya ilmu dan keutamaan
orang – orang yag berilmu di hadapan Allah. Peran ilmu idealnya dpt menolong manusia dlm
perjalanannya menuju Allah. Dengan ilmu,
seorang muslim seharusnya dapat bertaqarrub kepada Allah, di antaranya meliputi :
1. Meningkatkan pengetahuan tentang Allah
2. Dapat dengan efektif membantu pengembangan masyarakat Islam mencapai tujuan -
tujuannya.
3.
Dapat membimbing orang lain
4.
Dapat memecahkan berbagai problem masyarakat
Selayaknya manusia terdidik harus
menyadari dari mana asal ilmunya dan menggunakannya untuk mencapai ridho Allah.
Untuk semakin tunduk pada Allah dengan segala perintah dan larangan – Nya.
Berbeda dengan tujuan ilmu di barat yang berkembang dewasa ini dengan Empirisme
dan rasionalismenya, ilmu untuk ilmu, ilmu untuk materi, ilmu untuk kekuasaan,
dsb. Dalam islam, ilmu untuk beramal dan beribadah kepada sumber pemberi ilmu.
Seperti yang dikatakan Prof. Laode M. Kamaluddin, selaku Rektor unissula, dalam
diskusi peradaban yang rutin dilaksanakan tiap selasa sore bahwa semua ilmu
berasal dari Allah. Maka ilmu itu harus menjadi sarana untuk beribadah kepada
Allah.
Ilmu harus dapat mewujudkan pencerahan
bagi kehidupan seperti yang telah diwujudkan peradaban islam di masa
kejayaannya yang mencerahkan dunia sebagaimana visinya yaitu rahmatan lil
‘alamin. Hal ini mutlak dan harus dapat terwujud sebagai implementasi dari
tujuan ilmu dalam Islam itu sendiri.
III. Penutup
Ilmu adalah dasar dari sebuah peradaban. Dan tradisi
keilmuan di dunia Islam pada masa silam ternyata telah terbukti dapat membawa
kejayaan bagi peradaban Islam yang mampu mewujudkan kesejahteraan bagi
kehidupan pada masanya yang sangat sesuai dengan misi Islam itu sendiri yaitu
rahmatan lil ‘alamin. Namun demikian telah kita ketahui bersama bahwa Peradaban
Islam telah mengalami kemunduran sejak lama dan hal ini tidak lain karena
kemunduran ilmu pengetahuan di dalam tubuh umat muslim itu sendiri.
Jika ditarik benang merah antara sejarah peradaban
Islam yang dulu pernah berjaya dengan era kontemporer dewasa ini, tentu saja
ada harapan besar peradaban Islam dapat berjaya kembali, sebuah peradaban yang
memimpin dunia dengan nilai – nilai luhur sesuai Al –Qur’an dan hadist yang
menciptakan kesejahteraan bagi seluruh umat manusia. Dan tentu saja dibutuhkan
pengorbanan untuk dapat mencapainya. Bagaimana caranya agar umat Islam sekarang
mengembalikan kejayaan Peradaban Islam itu?
Kejayaan peradaban Islam dapat dikembalikan dengan
menghidupkan lagi tradisi intelektual dan keilmuan Islam yang sekarang tampak
meredup. Dikatakan meredup karena karya-karya Muslim belum mencapai tingkat
produktivitas dan kualitas yang tinggi dan yang dapat dimanfaatkan seluas-luasnya
oleh peradaban lain. Tradisi intelektual dan keilmuan Islam yang kuat akan
menghasilkan konsep-konsep yang kuat pula. Kuat landasan teorinya dan kuat
metodologinya.
Cendekiawan Muslim tidak dapat melakukan hal itu,
kecuali menguasai ilmu pengetahuan Islam dan juga ilmu pengetahuan asing, baik
dari Barat, Cina, Jepang maupun yang lainnya. Namun, penguasaan ilmu
pengetahuan Islam perlu didahulukan. Karena, dengan itu, Muslim dapat melakukan
proses adapsi dan bukan adopsi buta terhadap konsep - konsep dari ilmu
pengetahuan asing tersebut. Jika proses itu di balik, yang terjadi bukan
mengembalikan kejayaan peradaban Islam, tapi justru menjadikan peradaban Islam
terpuruk di bawah hegemoni pengetahuan asing seperti saat ini. Yang lahir bukan
peradaban Islam, tapi peradaban asing, seperti Barat misalnya.
Jadi, hanya ada satu solusi untuk mengembalikan
kejayaan peradaban Islam di masa sekarang, yaitu membangun kembali kejayaan
tradisi intelektual / keilmuan dan itu menjadi PR bagi kita semua generasi
muslim yang hidup pada saat ini.
Karena kejayaan tradisi intelektual / keilmuan Islam sama dengan kejayaan
Peradaban Islam.
Mengenang Kejayaan Tradisi Keilmuan Islam
Peradaban Islam pernah mencapai masa keemasan. Itu fakta sejarah yang tak
bisa dimungkiri siapapun. Hampir tujuh abad lamanya, mulai 750-1500 M 0-700H,
bendera kejayaan Islam terus berkibar. Sejak deklarasi Islam oleh Rasulullah
saw sampai pada kejatuhan Granada di Sepanyol, peradaban Islam memberi
kontribusi yang tidak dapat dilupakan oleh peradaban moden kini.
Dalam rentang waktu itu, lahir ratusan ilmuwan muslim yang melahirkan
beragam teori yan mengilhami kemunculan renaissance di Eropah. Al-Khawarizmi
(matematik), Jabir Ibnu Hayyan (kimia), Ibnu Khaldun (sosiologi dan sejarah),
Ibnu Sina (perubatan), Ar-Razi (perubatan), Al-Biruni (fizik), Ibnu Battutah
(pengemberaan) adalah contoh nama-nama yang dapat dikedepankan.
Bagaimana tidak signifikan sumbangan Islam pada perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini. Al-Khawarizmi, misalnya, menemukan angka nombor 0 yang pada zaman sebelumnya (China, India dan Yunani) belum diketahui.
Bagaimana tidak signifikan sumbangan Islam pada perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini. Al-Khawarizmi, misalnya, menemukan angka nombor 0 yang pada zaman sebelumnya (China, India dan Yunani) belum diketahui.
Huraian beragam teori sosiologi dan sejarah yang dikemukakan Ibnu Khaldun
dalam kitabnya Mukadimah sampai sekarang tetap aktual dan menjadi referensi
sosiologi moden. Belum lagi berbagai teori perubatan yang dikemukakan Ar-Razi
tentang penyakit cacar serta Ibnu Sina tentang pembiusan dan pembedahan.
Berbeza dengan tradisi Eropah yang pernah mengalami beberapa kejadian
tragis akibat bertentangan doktrin agamanya, tradisi keilmuan Islam justeru
berangkat dari kecintaannya pada agama.
Dalam rakaman sejarah Islam, peristiwa yang menimpa Galileo Galilei,
Bruno Giordano, Nicholas Copernicus, Miguel Serveto tidak pernah terjadi.
Justeru Islam menempatkan para ilmuwan dalam maqam yang tinggi (lihat Surah
Az-Zariyat, ayat 11).
Para ilmuwan Islam meyakini bahawa tauhid menjadi sumber inspirasi dan
aspirasi untuk berekspresi. Bahawa semua yang ada di alam adalah hukum Tuhan
(sunnatullah) yang objektif, universal dan mutlak adanya.
Kerana keyakinan inilah, lumrah bila sesudah atau menghadapi masalahh
dalam penelitiannya dikembalikan kepada Sang Khaliq. Ibnu Sina, contohnya, akan
pergi ke masjid, solat dan berdoa meminta petunjuk Allah berkenaan dengan hasil
penelitian perubatannya. Semua karya dan penelitian Ibnu Sina berhujung pada
kepasrahan total kepada Allah. Sikap ini juga dimiliki Al-Khawarizmi, Al-Biruni
dan sebagainya. Ini menunjukkan bahawa di kalangan ilmuwan muslim, keterkaitan
dengan Tuhannya adalah kemutlakan.
Segala kesimpulan objektif hasil penelaahan terhadap fenomena alam
diawali dan dikembalikan pada sumbernya, al-Quran dan hadis. Bagi ilmuwan
Islam, semua penelitian ilmiah adalah bukti untuk memperkuat keyakinan terhadap
ayat Tuhan yang tersurat dan tersirat (diri dan alam semesta).
Kecintaan para ilmuwan Islam pada al-Quran dan tradisi nabi, membuat mereka bukan hanya fasih dalam suatu bidang keilmuan. Ibnu al-Haitham, misalnya, selain dikenal sebagai penemu optik, ia adalah ahli matematik dan astronomi. Al-Biruni tidak hanya terkenal dengan kecermatannya dalam fizik, tetapi juga ahli dalam metafizik.
Kecintaan para ilmuwan Islam pada al-Quran dan tradisi nabi, membuat mereka bukan hanya fasih dalam suatu bidang keilmuan. Ibnu al-Haitham, misalnya, selain dikenal sebagai penemu optik, ia adalah ahli matematik dan astronomi. Al-Biruni tidak hanya terkenal dengan kecermatannya dalam fizik, tetapi juga ahli dalam metafizik.
"Ilmu pengetahuan Islam menjadi ada kerana perkahwinan antara
semangat yang memancar dari wahyu al-Quran dan ilmu-ilmu yang berasal dari
pelbagai tradisi sebelumnya. Ilmu dalam Islam menjadi sumber rohani bagi
kesinambungan peradaban di masa akan datang," tegas cendekiawan muslim
asal Iran, Sayyed Hussein Nasr.
Sifat kosmopolitan peradaban Islam bermula dari watak wahyu yang
universal. Hal ini menyebabkan Islam menciptakan sebuah peradaban pertama di
dalam sejarah umat manusia, katanya.
Kejayaan Islam lahir ketika Eropah yang kini memegang kendali peradaban berada dalam suasana "The Dark Ages" atau abad kegelapan. Satu keadaan yang hegemoni gereja sangat mendominasi kehidupan masyarakat Eropah.
Kejayaan Islam lahir ketika Eropah yang kini memegang kendali peradaban berada dalam suasana "The Dark Ages" atau abad kegelapan. Satu keadaan yang hegemoni gereja sangat mendominasi kehidupan masyarakat Eropah.
Dalam kurun beberapa abad praktis dunia Eropah tidak tersentuh oleh
perkembangan keilmuan yang signifikan. Makanya, masyarakat Eropah kini lebih
suka menyebut abad itu dengan abad pertengahan, ketimbang abad kegelapan yang
terasa lebih menohok secara psikologis.
Berlawanan dengan itu, puncak peradaban Islam dicapai pada masa Bani Abbasiyah di era Khalifah al-Makmun ketika ia mendirikan Darul Hikam atau akademi ilmu pengetahuan pertama di muka bumi ini yang sekaligus menjadi pusat penelitian, pengembangan dan perpustakaan tentang ilmu-ilmu keIslaman. Kegemilangan peradaban Islam tidak berhenti di Baghdad. Ia menyebar kedaratan Eropah, tepatnya di Andalusia dan Granada, Sepanyol sampai 1492 M.
Berlawanan dengan itu, puncak peradaban Islam dicapai pada masa Bani Abbasiyah di era Khalifah al-Makmun ketika ia mendirikan Darul Hikam atau akademi ilmu pengetahuan pertama di muka bumi ini yang sekaligus menjadi pusat penelitian, pengembangan dan perpustakaan tentang ilmu-ilmu keIslaman. Kegemilangan peradaban Islam tidak berhenti di Baghdad. Ia menyebar kedaratan Eropah, tepatnya di Andalusia dan Granada, Sepanyol sampai 1492 M.
Ilmu pengetahuan merupakan sumbangan terpenting kebudayaan Arab (Islam)
kepada dunia moden, tetapi buahnya lambat masak. Barulah setelah kebudayaan
Arab Sepanyol tenggelam kembali ke dalam kegelapan raksasa yang dilahirkannya
bangkit keperkasaannya. "Bukan hanya ilmu pengetahuan yang menghidupkan
kembali Eropah. Pengaruh-pengaruh lain dan beraneka warna memancarkan sinar
pertama dari peradaban Islam kepada kehidupan Eropah," jelas seorang Guru
Besar Bahasa dan Sastera India, A Beriedale Keith
Kecemerlangan peradaban Islam mulai surut dan mencapai titik nadir
terendahnya ketika bangsa Mongol menghancurkan kota Baghdad. Semua khazanah
peradaban hilang, buku-buku dibakar dan dihanyutkan ke dalam sungai. Dalam
sebuah ilustrasi, keganasan bangsa Mongol terhadap peradaban Islam dilukiskan
dengan memerah dan membirunya warna air sungai-sungai di sekitar kota Baghdad
akibat tinta dan darah para ilmuwan Islam yang mengalir di air sungai Kota
Seribu Satu Malam itu.
Sebelum semua peninggalan dan penemuan berharga peradaban manusia
dihancurkan bangsa Mongol, untunglah bangsa Eropah sudah banyak yang
mempelajari kemajuan ilmu pengetahuan modern yang dirintis orang Islam. Dua
ilmuwan Eropah yang tercatat adalah Roger dan Francis Bacon belajar ke Baghdad
untuk mempelajari perkembangan keilmuan yang dirintis ilmuwan Islam. Perlahan
namun pasti cahaya peradaban Islam mulai redup.
Cahayanya beralih ke Eropah. Berbagai teori yang ditemukan ilmuwan Islam
kemudian dilanjutkan oleh para ilmuwan Eropah yang mulai berkuncup, kemudian
berkembang sampai sekarang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar