Selasa, 02 April 2013

Tradisi Keilmuan dalam Peradaban Islam



Signifikansi Tradisi Keilmuan dalam Peradaban Islam


I.  Pendahuluan
“Peradaban Islam adalah peradaban ilmu” Terang Hamid Fahmi Zarkasyi, Direktur Institute for Study of Islamic Thought and Civilization ( ISTAC) di Jakarta dalam wawancaranya dengan Republika.
Beliau menjelaskan bahwa substansi peradaban Islam ibarat pohon (syajarah) yang akarnya tertanam kuat di bumi, dahan-dahannya menjulang tinggi ke langit, dan memberi rahmat bagi alam semesta (Lihat Al-qur’an Surah Ibrahim 24-25). Akar itu adalah teologi Islam (tauhid) yang berdimensi epistemologis.
Karena faktor ilmu yang bersumber dari konsep-konsep dalam Al-qur’an, peradaban pun berkembang. Dari pemahaman terhadap Alqur’an, lahirlah tradisi intelektual Islam. Dari tradisi yang membentuk komunitas itu, lahirlah konsep-konsep keilmuan dan akhirnya disiplin keilmuan Islam. Dari ilmu, lahirlah sistem sosial, politik, ekonomi, dan budaya Islam. Itulah peradaban Islam. Jadi, peradaban Islam adalah peradaban ilmu.
II. Pembahasan
A.  Ilmu sebagai dasar peradaban
Bicara tentang peradaban tak lepas dari bicara tentang unsur – unsur pembentuk peradaban. Ilmu adalah bagian dari peradaban – peradaban manapun - bahkan merupakan dasar dari suatu peradaban. Tanpa ilmu, tidak akan ada peradaban yang lahir. Seperti peradaban Islam yang lahir dari tradisi keilmuan Islam yang bersumber dari Al– qur’an dan Hadist yang menjadi pedoman pokok.
Ilmu memegang peranan yang sangat fundamental dalam proses pembentukan suatu peradaban. Begitu pentingnya masalah ilmu ini, buku-buku klasik Islam - semacam kitab-kitab hadist seperti Sahih Bukhari atau Sahih Muslim atau kitab klasik Ihya Ulumuddin karangan Al Ghazali - memulai awal bab-nya mengenai ilmu. Peran penting ilmu ini bahkan diungkapkan oleh Imam Bukhari.
Untuk mengilustrasikan pentingnya ilmu dapat dikutip kata – kata bijak Imam Al –Ghazali. Beliau mengatakan, “Orang-orang yang selalu belajar akan sangat dihormati dan semua kekuatan yang tidak dilandasi pengetahuan akan runtuh.”
Seorang ulama kontemporer, Yusuf Qadrawi, juga mengungkapkan bahwa ilmu merupakan pembuka jalan bagi kehidupan spiritual yang terbimbing. Ilmu merupakan petunjuk iman, penuntun amal; ilmu juga yang membimbing keyakinan dan cinta. Dalam risalahnya mengenai prioritas masa depan gerakan Islam, beliau menempatkan sisi intelektual dan ilmu pengetahuan sebagai prioritas.
Konsep ilmu memiliki pengaruh yang sangat besar dalam tubuh peradaban dan menjadi ruh dari peradaban Islam . kejayaan Peradaban Islam dalam sejarah klasiknya bahkan diidentikkan dengan kejayaan ilmu pengetahuan.
Prof Wan Moh. Nor Wan Daud pernah mengungkapkan bahwa pencapain-pencapaian peradaban Islam dahulu amat sangat terkait dengan adanya tradisi ilmu di dalamnya, dan hal ini sudah tercatat dalam sejarah. Dari perspektif sejarah terbukti bahwa sebuah bangsa yang kuat tetapi tidak ditunjang oleh tradisi ilmu yang baik, akan mengadopsi ciri dan kekhasan bangsa yang ditaklukkannya tetapi memiliki tradisi ilmu yang baik. Contoh kongkret dari pernyataan ini adalah Bangsa Tartar yang mengobrak-abrik peradaban Islam di Baghdad dahulu kala tetapi justru malah terislamisasikan. Bagaimana wujud tradisi ilmu ini bisa dicirikan dengan terwujudnya masyarakat yang melibatkan diri dalam kegiatan keilmuan, ilmu merupakan keutamaan tertinggi dalam sistem nilai pribadi dan masyarakat. Munculnya penemuan-penemuan saintifik atau kemajuan teknologi di dunia Islam pada masa silam tidaklah terbayangkan tanpa adanya tradisi ilmu yang menggerakkannya, karena pencapaian-pencapaian itu adalah manifestasi dari tradisi ilmu itu sendiri yang ada pada saat itu.
Dari ulasan di atas, jelaslah bahwa ilmu adalah dasar atau landasan yang fundamental bagi pembentukan sebuah peradaban.dan tradisi ilmu dalam masyarakat tertentu menentukan bagaimana peradaban dalam masyarakat tersebut.
B. Sumber Ilmu dalam Islam
Sumber ilmu dalam Islam adalah Al–qur’an dan Hadist. Dimana setiap ilmu dikembangkan sedemikian rupa dan tidak boleh bertentangan dengan 2 pedoman tersebut - yaitu Al –qur’an dan hadist / sunnah- baik dalam wujud, tujuan maupun implementasinya.

C. Tradisi Intelektual / Keilmuan Islam
Berdasarkan sumber ilmu dalam Islam – Al-qur’an dan Hadist – lahirlah tradisi keilmuan dalam Islam meliputi fiqh, kalam / tauhid, tasawuf bahkan filsafat. Dari tradisi ini lahirlah konsep – konsep ilmu seperti kedokteran, fisika, biologi, dll. Bagaimana kolerasi antara fiqh, kalam, tasawuf dan filsafat dengan ilmu – ilmu seperti kedokteran, fisika, biologi, dll adalah wujud keunggulan dalam tradisi keilmuan Islam. Para ilmuwan kedokteran, fisika, biologi, dll merupakan para ahli fiqh, ahli kalam, failasuf bahkan sufi yang sangat tunduk dan taat pada Allah dengan segala perintah dan larangan - Nya. Hal ini yang sangat terlihat berbeda dengan para ilmuwan yang banyak kita temui dewasa ini yang lahir dari tradisi keilmuan barat sekuler ( saya menyebut barat sekuler – bukan barat saja - untuk menunjukkan bahwa saya tidak mengeneralisir barat yang akan menimbulkan kesan seakan – akan anti dengan semua yang berbau barat) yang mendikotomi antara ilmu dengan agama seolah – olah keduanya sangat terpisah jauh dan tidak ada kaitan satu sama lain.
Tradisi keilmuan Islam tersebut melahirkan peradaban Islam yang menawarkan pencerahan bagi kehidupan karena nilai – nilai yang dibawa dengan berlandaskan Al – qur’an dan hadist Nabi dengan misi rahmatan lil alamin. Dengan tradisi keilmuan Islam yang luar biasa hebat pada masa silam, maka Islam berjaya selama tujuh abad lebih. Dengan tradisi keilmuan Islam, Daulah Islam dapat menguasai dan mencerahkan Eropa yang dulunya miskin dan berada dalam masa kegelapan ( dark ages ) dan membawanya menuju peradaban yang maju, masa pencerahan ( the age of Enlightenment ).
Jika diamati, terdapat satu kekhasan dalam tradisi keilmuan Islam pada masa silam yang dikembangkan ilmuwan – ilmuwan muslim pada saat itu yang justru membawa kejayaan bagi tradisi keilmuan itu sendiri dan peradaban Islam pada saat itu, yang tidak dimiliki peradaban lain seperti barat misalnya.yaitu adanya unsur – unsur berikut :
Ø  Kerendahhatian
 Contoh : Al-Haytsam dalam karyanya Optics, mengakui bahwa pengetahuannya terbatas dan mungkin ada kesalahan dlm karyanya.
Hal ini menunjukkan Kerendahhatian yang merupakan tonggak dasar dalam tradisi keilmuan Islam.
Ø Pengakuan akan keterbatasan metode ilmiah
Contoh : Al-Biruni mengingatkan pembaca akan keterbatasan metodenya. Mengakui banyak metode dalam sains, baik nalar, eksperimen, dan intuisi. Berbeda dengan gagasan ilmuwan barat seperti Bacon yang hanya terpaku pada empirisme dan rasionalisme.
Ø Penghargaan terhadap subjek yg diamati, alam,dll
Para ilmuwan muslim menghargai subjek – subjek yang diamati dengan landasan bahwa itu semua adalah tanda – tanda kebesaran Allah yang justru membuat mereka semakin tunduk dan taat pada Allah dengan ilmu yang dimilikinya.
D. Tujuan Ilmu dalam Islam
Islam memandang bahwa ilmu adalah alat untuk mendapatkan pengetahuan tentang Allah, keridhoan, dan kedekatan kepada- Nya. Itulah mengapa ilmu menjadi sangat signifikan dan fundamental dalam Islam. Bahkan menuntut ilmu dihukumi wajib bagi setiap muslim. Hal ini banyak diterangkan dalam Al – Qur’an maupun hadist yang menjelaskan pentingnya ilmu dan keutamaan orang – orang yag berilmu di hadapan Allah. Peran ilmu idealnya dpt menolong manusia dlm perjalanannya menuju Allah. Dengan ilmu, seorang muslim seharusnya dapat bertaqarrub kepada Allah, di antaranya meliputi :
1. Meningkatkan pengetahuan tentang Allah
2. Dapat dengan efektif membantu pengembangan masyarakat Islam mencapai tujuan - tujuannya.
3. Dapat membimbing orang lain
4. Dapat memecahkan berbagai problem masyarakat
Selayaknya manusia terdidik harus menyadari dari mana asal ilmunya dan menggunakannya untuk mencapai ridho Allah. Untuk semakin tunduk pada Allah dengan segala perintah dan larangan – Nya. Berbeda dengan tujuan ilmu di barat yang berkembang dewasa ini dengan Empirisme dan rasionalismenya, ilmu untuk ilmu, ilmu untuk materi, ilmu untuk kekuasaan, dsb. Dalam islam, ilmu untuk beramal dan beribadah kepada sumber pemberi ilmu. Seperti yang dikatakan Prof. Laode M. Kamaluddin, selaku Rektor unissula, dalam diskusi peradaban yang rutin dilaksanakan tiap selasa sore bahwa semua ilmu berasal dari Allah. Maka ilmu itu harus menjadi sarana untuk beribadah kepada Allah.
Ilmu harus dapat mewujudkan pencerahan bagi kehidupan seperti yang telah diwujudkan peradaban islam di masa kejayaannya yang mencerahkan dunia sebagaimana visinya yaitu rahmatan lil ‘alamin. Hal ini mutlak dan harus dapat terwujud sebagai implementasi dari tujuan ilmu dalam Islam itu sendiri.
III. Penutup
Ilmu adalah dasar dari sebuah peradaban. Dan tradisi keilmuan di dunia Islam pada masa silam ternyata telah terbukti dapat membawa kejayaan bagi peradaban Islam yang mampu mewujudkan kesejahteraan bagi kehidupan pada masanya yang sangat sesuai dengan misi Islam itu sendiri yaitu rahmatan lil ‘alamin. Namun demikian telah kita ketahui bersama bahwa Peradaban Islam telah mengalami kemunduran sejak lama dan hal ini tidak lain karena kemunduran ilmu pengetahuan di dalam tubuh umat muslim itu sendiri.
Jika ditarik benang merah antara sejarah peradaban Islam yang dulu pernah berjaya dengan era kontemporer dewasa ini, tentu saja ada harapan besar peradaban Islam dapat berjaya kembali, sebuah peradaban yang memimpin dunia dengan nilai – nilai luhur sesuai Al –Qur’an dan hadist yang menciptakan kesejahteraan bagi seluruh umat manusia. Dan tentu saja dibutuhkan pengorbanan untuk dapat mencapainya. Bagaimana caranya agar umat Islam sekarang mengembalikan kejayaan Peradaban Islam itu?
Kejayaan peradaban Islam dapat dikembalikan dengan menghidupkan lagi tradisi intelektual dan keilmuan Islam yang sekarang tampak meredup. Dikatakan meredup karena karya-karya Muslim belum mencapai tingkat produktivitas dan kualitas yang tinggi dan yang dapat dimanfaatkan seluas-luasnya oleh peradaban lain. Tradisi intelektual dan keilmuan Islam yang kuat akan menghasilkan konsep-konsep yang kuat pula. Kuat landasan teorinya dan kuat metodologinya.
Cendekiawan Muslim tidak dapat melakukan hal itu, kecuali menguasai ilmu pengetahuan Islam dan juga ilmu pengetahuan asing, baik dari Barat, Cina, Jepang maupun yang lainnya. Namun, penguasaan ilmu pengetahuan Islam perlu didahulukan. Karena, dengan itu, Muslim dapat melakukan proses adapsi dan bukan adopsi buta terhadap konsep - konsep dari ilmu pengetahuan asing tersebut. Jika proses itu di balik, yang terjadi bukan mengembalikan kejayaan peradaban Islam, tapi justru menjadikan peradaban Islam terpuruk di bawah hegemoni pengetahuan asing seperti saat ini. Yang lahir bukan peradaban Islam, tapi peradaban asing, seperti Barat misalnya.
Jadi, hanya ada satu solusi untuk mengembalikan kejayaan peradaban Islam di masa sekarang, yaitu membangun kembali kejayaan tradisi intelektual / keilmuan dan itu menjadi PR bagi kita semua generasi muslim yang hidup pada saat ini.
Karena kejayaan tradisi intelektual / keilmuan Islam sama dengan kejayaan Peradaban Islam.







Mengenang Kejayaan Tradisi Keilmuan Islam






Peradaban Islam pernah mencapai masa keemasan. Itu fakta sejarah yang tak bisa dimungkiri siapapun. Hampir tujuh abad lamanya, mulai 750-1500 M 0-700H, bendera kejayaan Islam terus berkibar. Sejak deklarasi Islam oleh Rasulullah saw sampai pada kejatuhan Granada di Sepanyol, peradaban Islam memberi kontribusi yang tidak dapat dilupakan oleh peradaban moden kini.
Dalam rentang waktu itu, lahir ratusan ilmuwan muslim yang melahirkan beragam teori yan mengilhami kemunculan renaissance di Eropah. Al-Khawarizmi (matematik), Jabir Ibnu Hayyan (kimia), Ibnu Khaldun (sosiologi dan sejarah), Ibnu Sina (perubatan), Ar-Razi (perubatan), Al-Biruni (fizik), Ibnu Battutah (pengemberaan) adalah contoh nama-nama yang dapat dikedepankan.
Bagaimana tidak signifikan sumbangan Islam pada perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini. Al-Khawarizmi, misalnya, menemukan angka nombor 0 yang pada zaman sebelumnya (China, India dan Yunani) belum diketahui.
Huraian beragam teori sosiologi dan sejarah yang dikemukakan Ibnu Khaldun dalam kitabnya Mukadimah sampai sekarang tetap aktual dan menjadi referensi sosiologi moden. Belum lagi berbagai teori perubatan yang dikemukakan Ar-Razi tentang penyakit cacar serta Ibnu Sina tentang pembiusan dan pembedahan.
Berbeza dengan tradisi Eropah yang pernah mengalami beberapa kejadian tragis akibat bertentangan doktrin agamanya, tradisi keilmuan Islam justeru berangkat dari kecintaannya pada agama.
Dalam rakaman sejarah Islam, peristiwa yang menimpa Galileo Galilei, Bruno Giordano, Nicholas Copernicus, Miguel Serveto tidak pernah terjadi. Justeru Islam menempatkan para ilmuwan dalam maqam yang tinggi (lihat Surah Az-Zariyat, ayat 11).
Para ilmuwan Islam meyakini bahawa tauhid menjadi sumber inspirasi dan aspirasi untuk berekspresi. Bahawa semua yang ada di alam adalah hukum Tuhan (sunnatullah) yang objektif, universal dan mutlak adanya.
Kerana keyakinan inilah, lumrah bila sesudah atau menghadapi masalahh dalam penelitiannya dikembalikan kepada Sang Khaliq. Ibnu Sina, contohnya, akan pergi ke masjid, solat dan berdoa meminta petunjuk Allah berkenaan dengan hasil penelitian perubatannya. Semua karya dan penelitian Ibnu Sina berhujung pada kepasrahan total kepada Allah. Sikap ini juga dimiliki Al-Khawarizmi, Al-Biruni dan sebagainya. Ini menunjukkan bahawa di kalangan ilmuwan muslim, keterkaitan dengan Tuhannya adalah kemutlakan.
Segala kesimpulan objektif hasil penelaahan terhadap fenomena alam diawali dan dikembalikan pada sumbernya, al-Quran dan hadis. Bagi ilmuwan Islam, semua penelitian ilmiah adalah bukti untuk memperkuat keyakinan terhadap ayat Tuhan yang tersurat dan tersirat (diri dan alam semesta).
Kecintaan para ilmuwan Islam pada al-Quran dan tradisi nabi, membuat mereka bukan hanya fasih dalam suatu bidang keilmuan. Ibnu al-Haitham, misalnya, selain dikenal sebagai penemu optik, ia adalah ahli matematik dan astronomi. Al-Biruni tidak hanya terkenal dengan kecermatannya dalam fizik, tetapi juga ahli dalam metafizik.
"Ilmu pengetahuan Islam menjadi ada kerana perkahwinan antara semangat yang memancar dari wahyu al-Quran dan ilmu-ilmu yang berasal dari pelbagai tradisi sebelumnya. Ilmu dalam Islam menjadi sumber rohani bagi kesinambungan peradaban di masa akan datang," tegas cendekiawan muslim asal Iran, Sayyed Hussein Nasr.
Sifat kosmopolitan peradaban Islam bermula dari watak wahyu yang universal. Hal ini menyebabkan Islam menciptakan sebuah peradaban pertama di dalam sejarah umat manusia, katanya.
Kejayaan Islam lahir ketika Eropah yang kini memegang kendali peradaban berada dalam suasana "The Dark Ages" atau abad kegelapan. Satu keadaan yang hegemoni gereja sangat mendominasi kehidupan masyarakat Eropah.
Dalam kurun beberapa abad praktis dunia Eropah tidak tersentuh oleh perkembangan keilmuan yang signifikan. Makanya, masyarakat Eropah kini lebih suka menyebut abad itu dengan abad pertengahan, ketimbang abad kegelapan yang terasa lebih menohok secara psikologis.
Berlawanan dengan itu, puncak peradaban Islam dicapai pada masa Bani Abbasiyah di era Khalifah al-Makmun ketika ia mendirikan Darul Hikam atau akademi ilmu pengetahuan pertama di muka bumi ini yang sekaligus menjadi pusat penelitian, pengembangan dan perpustakaan tentang ilmu-ilmu keIslaman. Kegemilangan peradaban Islam tidak berhenti di Baghdad. Ia menyebar kedaratan Eropah, tepatnya di Andalusia dan Granada, Sepanyol sampai 1492 M.
Ilmu pengetahuan merupakan sumbangan terpenting kebudayaan Arab (Islam) kepada dunia moden, tetapi buahnya lambat masak. Barulah setelah kebudayaan Arab Sepanyol tenggelam kembali ke dalam kegelapan raksasa yang dilahirkannya bangkit keperkasaannya. "Bukan hanya ilmu pengetahuan yang menghidupkan kembali Eropah. Pengaruh-pengaruh lain dan beraneka warna memancarkan sinar pertama dari peradaban Islam kepada kehidupan Eropah," jelas seorang Guru Besar Bahasa dan Sastera India, A Beriedale Keith
Kecemerlangan peradaban Islam mulai surut dan mencapai titik nadir terendahnya ketika bangsa Mongol menghancurkan kota Baghdad. Semua khazanah peradaban hilang, buku-buku dibakar dan dihanyutkan ke dalam sungai. Dalam sebuah ilustrasi, keganasan bangsa Mongol terhadap peradaban Islam dilukiskan dengan memerah dan membirunya warna air sungai-sungai di sekitar kota Baghdad akibat tinta dan darah para ilmuwan Islam yang mengalir di air sungai Kota Seribu Satu Malam itu.
Sebelum semua peninggalan dan penemuan berharga peradaban manusia dihancurkan bangsa Mongol, untunglah bangsa Eropah sudah banyak yang mempelajari kemajuan ilmu pengetahuan modern yang dirintis orang Islam. Dua ilmuwan Eropah yang tercatat adalah Roger dan Francis Bacon belajar ke Baghdad untuk mempelajari perkembangan keilmuan yang dirintis ilmuwan Islam. Perlahan namun pasti cahaya peradaban Islam mulai redup.
Cahayanya beralih ke Eropah. Berbagai teori yang ditemukan ilmuwan Islam kemudian dilanjutkan oleh para ilmuwan Eropah yang mulai berkuncup, kemudian berkembang sampai sekarang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar