Selasa, 02 April 2013

Kompetensi Profesional Guru Pendidikan Agama Islam



Konsep Kompetensi Profesional Guru Pendidikan Agama Islam
Judul
Konsep Kompetensi Profesional Guru PENDIDIKAN ISLAM
Bidang  postingan  : makalah PENDIDIKAN ISLAM, Kompetensi guru agama, guru pendidikan agama yang profesional.
……
data post. perkuliahan.com seri : 72

Konsep Kompetensi Profesional Guru Pendidikan Agama Islam

1. Kompetensi Profesional Guru.
Pengertian dasar kompetensi (competency) adalah kemampuan atau kecakapan.[1] Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kompetensi berarti kewenangan/kekuasaan untuk menentukan (memutuskan sesuatu).[2]
Padanan kata yang berasal dari bahasa Inggris ini cukup banyak dan yang lebih relevan dengan pembahasan ini adalah proficiency and ability yang memiliki arti kurang lebih sama yaitu kemampuan. 
Kompetensi merupakan perpaduan dari pengetahuan, ketrampilan, nilai dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak.[3]
Menurut Gordon sebagaimana yang dikutip E. Mulyasa menjelaskan beberapa aspek atau ranah yang terkandung dalam konsep kompetensi sebagai berikut:
a.      Pengetahuan (Knowledge); kesadaran dalam bidang kognitif, misalnya seorang guru mengetahui cara melakukan identfikasi kebutuhan belajar, dan bagaimana melakukan pembelajaran terhadap peserta didik sesuai dengan kebutuhan.
b.     Pemahaman (Understanding); yaitu kedalaman kognitif, dan efektif yang dimiliki oleh individu, misalnya seorang guru yang akan melaksanakan pembelajaran harus memiliki pemahaman yang baik tentang karakteristik dan kondisi peserta didik, agar dapat melaksanakan pembelajaran secara efektif dan efesien.
c.      Kemampuan (Skill); adalah sesuatu yang dimiliki individu untuk melakukan tugas atau pekerjaan yang dibebankan kepadanya.misalnya kemapuan guru dalam memiliki dan membuat alat peraga sederhana untuk memberi kemudahan belajar kepada peserta didik.
d.     Nilai (Value); adalah suatu standar perilaku yang telah diyakini dan secara psikologis telah menyatu dalam diri seseorang. Misalnya standar perilaku guru dalam pembelajaran (kejujuran, keterbukaan, demokrasi dan lain-lain).
e.      Sikap (Attitude); yaitu perasaan atau reaksi terhadap sesuatu rangsangan yang datang dari luar. Misalnya reaksi terhadap krisis ekonomi, perasaan terhadap kenaikan upah.
f.      Minat (Interest); adalah kecenderungan seseorang untuk melakukan sesuatu perubuatan. Misalnya minat untuk mempelajari atau melakukan sesuatu.[4]
Sedangkan tujuan kompetensi guru menurut Sardiman, di antaranya yaitu:
a.      Guru memiliki kemampuan pribadi, maksudnya guru diharapkan mempunyai pengetahuan, kecakapan dan ketrampilan serta sikap yang lebih mantap dan memadai serta sikap yang lebih mantap dan memadai sehingga mampu mengelola PBM dengan bak.
b.     Agar guru menjadi inovator, yaitu tenaga kependidikan yang mampu komitmen terhadap upaya perubahan dan informsi ke arah yang lebih baik.
c.      Guru mampu menjadi developer, yaitu guru mempunyai visi keguruan yang mantap dan luas perspektifnya.[5]

Selanjutnya akan dibahas mengenai profesional, dalam rangka untuk mengerti hakikat profesional, ada beberapa kata kunci yang  disimak yaitu  profesi, profesionalsme dan profesional.
Profesi adalah suatu jabatan atau pekerjaan yang menuntut keahlian dari para petugasnya. Artinya pekerjaan yang disebut profesi itu tidak bisa dilakukan oleh orang yang tidak terlatih dan tidak dsiapkan secara khusus terlebih dahulu untuk melakukan pekerjaan itu.[6]
Profesionalisme adalah jabatan atau pekerjaan yang dilandasi kompetensi dibidangnya, berupa pengetahuan, ketrampilan dan keahlian khusus, sebagai kualitas tindak tanduk yang mencermnkan tenaga profesional.[7]
Menurut Ahmad Tafsir profesionalisme adalah paham yang mengajarkan bahwa setiap pekerjaan harus dilakukan oleh orang yang profesional. Orang yang profesional adalah orang memiliki profesi.[8]
Profesional menunjuk pada dua hal, pertama orang yang menyandang suatu profesi, kedua penampilan seseorang dalam melakukan pekerjaan yang sesuai dengan profesinya.[9]
Kompetensi prfesional merupakan kompetensi yang berkaitan langsung dengan ketrampilan mengajar, penguasaan terhadap materi pelajaran dan penguasaan penggunaan metodologi pengajaran serta termasuk didalam kemampuan menyelenggarakan administrasi sekolah, inilah keahlian  khusus yang harus dimiliki oleh guru yang profesional yang telah menempuh pendidikan khusus keguruan.
Menurut Jarvis profesional dapat diartikan bahwa seseorang yang melakukan suatu tugas profesi juga sebagai ahli (exspert) apabila dia secara spesifik dari belajar.[10]
Guru yang berkualifikasi profesional yaitu guru yang tahu secara mendalam tentang apa yang diajarkan, cakap dalam cara mengajarkan secara efektif serta efisien dan guru tersebut berkepribadian yang mantap.
Pada umumnya orang memberi arti sempit terhadap pengertian profesional. Profesional sering diartikan sebagai suatu ketrampilan teknis yang dimiliki seseorang. Misalnya seorang guru dikatakan profesional bila guru itu memiliki kualtas mengajar yang tinggi. Padahal profesional mengandung makna yang lebih luas dari hanya berkualitas tinggi dalam hal teknis. Profesional mempunyai makna ahli, tanggungjawab, baik tanggung jawab moral dan memiliki rasa kesejawatan.
Sebagai pendidik profesional, guru bukan saja di tuntut melaksanakan tugasnya secara profesional, tapi juga harus memliki pengetahuan dan pengetahuan profesonal. Dalam diskusi pengembangan model pendidikan profesional tenaga kependidikan, yang diselenggarakan oleh Program Pascasarjana (PPs) IKIP Bandung tahun 1990, di rumuskan 10 ciri suatu profesi, yaitu:
a.      Memiliki fungsi dan signifikasi sosial.
b.     Memliki  keahlian dan ketrampilan tertentu.
c.      Keahlian atau ketrampilan diperoleh dengan menggunakan teori dalam metode ilmiah.
d.     Didasarkan atas disiplin ilmu yang jelas.
e.      Diperoleh dengan pendidikan dalam masa tertentu yang cukup lama.
f.      Aplikasi dan sosialisasi nilai-nilai profesionalis.
g.     Kebebasan untuk memberikan Judgemen dalam memecahkan masalah dalam lingkup kerjanya.
h.     Memiliki tanggung jawab profesional dan otonomi.
i.       Ada pengakuan dari masyarakat dan imbalan atas layanan profesinya.[11]

Jadi untuk menjadi guru, seseorang harus benar-benar mempunyai kualitas keilmuan kependidikan dan kenginan yang memadai guna menunjang tugas jabatan profesinya, serta tidak semua orang bisa melakukan tugas dengan baik. Apabila tugas tersebut dilimpahkan kepada orang yang bukan ahlinya maka tidak akan berhasil bahkan akan mengalami kegagalan, sebagaimana sabda nabi Muhammad SAW:

إِذَا وُسِدًا ْلأَمْرُ إِلَى غَيْرِ أَهْلِهِ فَانْتَظِرُ السَّاعَةُ. (رُوَاهُ الْبُخَارِيْ)[12]
”Apabila suatu perkara diserahkan kepada yang bukan ahlinya maka tunggulah kehancurannya”.

Dari berbagai pengertian di atas maka yang dimaksud dengan kompetensi profesional guru pendidikan agama Islam ialah kemampuan dan kewenangan guru dalam menjalankan profesi keguruannya, artinya guru yang piawai dalam melaksanakan profesinya dapat disebut sebagai guru yang kompeten dan profesional.

2.   Karakteristik Kompetensi Profesional Guru Pendidikan Agama Islam.
Berkenaan dengan kualitas guru, Raka Joni (1980) sebagaimana dikutip oleh Suyano dan Djihad Hisyam,[13] mengemukakan adanya tiga dimensi umum yang menjadi kompetensi tenaga kependidikan sebagai berikut:
a.      Kompetensi personal atau pribadi, atrinya seorang guru harus memiliki kepribadian yang mantap dan patut untuk diteladani.denagn demikian seorang guru mampu menjadi seorang pemimpin yang menjalankan peran: Ing Ngarso Sung Tulada Ing Madya Mangun Karsa Tut Wuri Handayani. Oleh karena itu guru harus mampu menata dirinya agar menjadi panutan kapan saja, dimana saja dan oleh siapa saja, lebih-lebih oleh guru pendidikan agama Islam yang menempatkan diri sebagai pembimbing rohani siswanya yang mengajarkan materi agama Islam, sehingga ada tanggung jawab yang penuh untuk menanamkan nilia-nilai akhlakul karimah yang dilakukan oleh Rasulullah SAW merupakan suri tauladan bagi umatnya sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Al-Ahzab ayat 21:
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآَخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا. (اَلأَحْزَابْ: 21)

”Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah SAW itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang-orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah”. (Qs. Al-Ahzab ayat 21([14]

b.     Kompetensi profesional, artinya seorang guru harus memiliki pengetahuan yang luas, mendalam dari bidang studi yang diajarkannya, memilih dan menggunakan berbagai metode mengajar didalam proses belajar mengajar yang diselenggarakannya.
c.      Kompetensi kemasyarakatan, artinya seorang guru harus mampu berkomunikasi baik dengan siswa, sesama guru, maupun masyarakat luas
Seseorang guru bukan hanya bertugas disekolah saja, tetapi juga dirumah dan dimasyarakat. Dirumah guru sebagai orang tua adalah pendidik bagi putra-putrinya, dimasyarakat guru harus bisa bergaul dengan mereka, dengan cara saling membantu, tolong menolong,  sehingga ia tidak dijauhi oleh masyarakat sekitar, sebagaimana firman Allah Qs. Al-Maidah ayat 2.

…وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ. (اَلْمَائِدَةْ: 2)
……..Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan janganlah tolong menolong dalam perbuatan dosa dan pelanggaran dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-NYA.)Qs. Al-Maidah: 2).[15]

Keberhasilan pengajaran yang dilakukan oleh guru PAI tergantung pada penguasaan terhadap kompetensi- kompetensi tersebut. Jika guru dapat mengelola kelas dengan baik peserta didik akan belajar dengan baik, akhlak yang mulia, akan menambah motivasi belajar peserta didik. Dengan demikian seterusnya keberhasilan proses pengajaran PAI tergantung pada kemampuan penguasaan kompetensi guru PAI dan sebaliknya.
Dalam menjalankan kewenangan profesionalnya, guru dituntut memiliki keanekaragaman kecakapan (competencies) yang bersifat psikologis, selanjutnya untuk mempermudah kita terhadap kompetensi guru tersebut, berikut ini disajikan sebuah tabel menurt Muhibbin:[16]

Ragam Dan Elemen Kompetensi

Kompetensi Kognitif
Kompetensi Afektif
Kompetensi Psikomotor
1.     Pengetahun
-     Pengetahuan kependidikan
-     Pengetahuan bidang studi
2.     Kemampuan mentransfer strategi kognitif
1.     Konsep diri dan harga diri
2.     Efikasi diri dan efikasi kotekstual
3.     Sikap penerimaan terhadap diri sendiri dan orang lain
1.     Kecakapan fisik umum
2.     Kecakapan fisik khusus
-   Kecakapan ekspresi verbal
-   Kecakapan ekspresi non verbal

Menurut beberapa ulama bahwa ada beberapa kemampuan dan perilaku yang perlu dimiliki oleh guru yang sekaligus merupakan profil guru pendidikan agama Islam (GPAI) yang diharapkan agar dapat menjalankan tugas-tugas kependidikan dapat berhasil secara optimal. Profil tersebut pada intinya terkait dengan aspek personal dan profesioanal dari guru. Aspek personal menyangkut pribadi guru itu sendiri, yang selalu ditempatkan pada sisi utama. Aspek personal ini diharapkan dapat memancar dalam dimensi sosialnya, dalam hubungan guru dengan peserta didiknya, teman sejawat dan lingkungan masyarakatnya karena tugas mengajar dan mendidik adalah tugas kemanusiaan. Dan aspek profesional menyangkut peran profesi dari guru, dalam arti ia memiliki kualifikasi profesional sebagai seorang GPAI.[17]
Berikut ini akan dikemukakan beberapa pendapat para ulama tentang kompetensi profesional yang harus dimiliki oleh guru pendidikan agama Islam, yaitu:
1.     Menurut Al Ghazali; mencakup a). Menyajikan pelajaran dengan taraf kemampuan peserta didik, b). Terhadap peserta didik yaang kurang mampu, sebaiknya diberi ilmu-ilmu yang global dan tidak detail.
2.     Menurut Abdurrahman al-Nahlawy; meliputi a). Senantiasa membekali diri dengan ilmu dan mengkaji serta mengembangkannya, b). Mampu menggunakan variasi metode mengajar dengan baik, sesuai dengan karekteristik materi pelajaran dan situasi belajar mengajar, c). Mampu mengelola peserta didik dengan baik, d). Memahami kondisi psikis dari peserta didik, e). Peka dan tanggap terhadap kondisi dan perkembangan baru.
3.     Menurut Muhammad Athiyah Al-Abrosyi; mencangkup, a). Pemahaman tabiat, minat, kebiasaan, perasan dan kemampuan peserta didik, b). Penguasaan bidang yang diajarkan dan bersedia mengembangkannya.
4.     Menurut Ibnu Taimiyah; Mencakup a). Bekerja keras dalam menyebarkan ilmu, b). Berusaha mendalami dan mengembangkan ilmunya.
5.     Menurut Brikan Barky Al Qurasyi; meliputi a). Penguasaan dan pendalaman atas bidang ilmunya, b). Mempunyai kemampuan mengajar, c). Pemahaman terhadap tabiat, kemampuan dan kesiapan peserta didik.[18]
Kelompok profesional memiliki kode etik yang merupakan dasar untuk melindungi para anggota yang menjunjung tinggi nilai profesional, di samping merupakan sarana untuk mengambil tindakan penertiban terhadap anggota yang melakukan perbuatan yang tidak sesuai suara dan semangat kode etik itu.
Kode etik guru diartikan sebagai aturan tata susila keguruan. Menurut Westby Gibson, kode etik (guru) dikatakan sebagai suatu statemen formal yang merupakan norma (aturan tata susila) dalam mengatur tingkah laku guru.[19]
Guru sebagai tenaga profesional memerlukan pedoman atau kode etik agar terhindar dari segala bentuk penyimpangan. Kode etik menjadi pedoman baginya untuk tetap profesional (sesuai dengan tuntutan dan persyaratan profesi). Setiap guru memegang keprofesionalannya sehingga pendidik akan selalu berpegang pada kode etik guru, sebab kode etik guru ini sebagai salah satu ciri yang harus ada pada profesi itu sendiri.[20]
Kode etik guru dirumuskan sebagai hasil konggres PGRI ke XIII pada 21-25 November 1973 di Jakarta, ada 9 item yakni:
1.     Berbakti dalam membimbing peserta didk
2.     Memiliki kejujuran profesional dalam melaksanakan kurikulum sesuai dengan kebutuhan masing-masing peserta didik.
3.     Mengadakan komunikasi untuk mendapatkan informasi tentang peserta didik.
4.     Menciptakan suasana belajar yang kondusif dan mengadakan hubungan dengan orangtua siswa.
5.     Memelihara hubungan untuk kepentingan pendidikan
6.     Secara individual/ kelompok mengembangkan profesi.
7.     Menciptakan dan memelihara hubungan baik antar pendidik
8.     Secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi profesi
9.     Melaksanakan segala kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan.[21]

 Pada dasarnya tujuan merumuskan kode etik dalam suatu profesi adalah untuk kepentingan anggota dan organisasi profesi itu sendiri. Secara umum tujuan mengadakan kode etik guru adalah untuk menjunjung tinggi martabat profesi, untuk menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggotanya, untuk meningkatkan pengabdian para anggota profesi, untuk meningkatkan mutu profesi dan mutu organisasi profesi.[22]
Menurut imam Al-Ghazali, sebagaimana yang dikutip oleh Muhaimin bahwa kode etik dan tugas guru sebagai berikut: 1). Kasih sayang kepada peserta didik dan memperlakukannya sebagaimana anaknya sendiri, 2). Meneladani rasullullah sehingga jangan menuntut upah, imbalan maupun penghargaan, 3). Hendaknya tidak memberi predikat/martabat kepada peserta didik sebelum ia pantas dan kompeten untuk menyandangnya, dan jangan memberi ilmu yang samar (al-ilm al-khafy) sebelum tuntas ilmu yang jelas (al-ilm al-jali) 4). Hendaknya mencegah peserta didik dari akhlak yang jelek, 5). Guru yang memegang bidang studi tertentu sebaiknya tidak meremehkan bidang studi lain, 6). Menyajikan pelajaran sesuai dengan taraf kemampuan peserta didik, 7). Dalam menghadapi peserta didik yang kurang mampu sebaiknya diberi ilmu-ilmu yang global dan tidak perlu menyajikan detailnya, 8) Guru hendaknya mengamalkan ilmunya, dan jangan sampai ucapannya bertentangan dengan perbuatannya.[23]
Selanjutnya untuk melihat apakah seorang guru dikatakan profesional atau tidak, dapat dilihat dari dua perspektif. Pertama, dilihat dari tingkat pendidikan minimal dari latar belakang pendidikan untuk jenjang sekolah tempat dia menjadi guru. Kedua, penguasaan guru terhadap materi bahan ajar, mengelola proses pembelajaran, dan mengelola siswa.[24]
Ada 10 kemampuan dasar bagi guru profesional menurut P3G ( Proyek Pembinaan Pendidikan Guru ), yaitu:
1.     Menguasai bahan
2.     Mengelola program belajar mengajar
3.     Mengelola kelas
4.     Menggunakan media atau sunber
5.     Menguasai landasan-landasan kependidiakan
6.     Mengelola interaksi belajar mengajar
7.     Menilai prestasi siswa untuk kependidikan pengajaran
8.     Mengenal fungsi dan program pelayanan bimbingan penyuluan
9.     Mengensl dan menyelenggarakan administrasi sekolah
10.  Memahami dan menafsirkan hasil-hasil penelitian pendidikan guna keperluan pengajaran.[25]

Menurut Uzer Usman, kemampuan profesional guru meliputi: menguasai landasan kependidikan, menguasai bahan pengajaran, menyusun program pengajaran, melaksanakan program pengajaran dan menilai hasil dan PBM yang telah dilaksanakan.[26]
Jabatan guru adalah suatu jabatan profesi. Dalam pengertian tersebut telah terkandung suatu konsep bahwa guru profesional yang bekerja melaksanakan fungsi dan tujuan sekolah harus memiliki kompetensi-kompetensi yang dituntut  agar guru mampu melaksanakan tugasnya dengan sebaik-baiknya. Maka guru yang dinilai kompeten secara profesional, apabila:
1.     Guru tersebut mampu mengembangkan tanggung jawab dengan sebaik-baiknya
2.     Guru tersebut mampu melaksanakan peranan-peranannya secara berhasil
3.     Guru tersebut mampu bekerja dalam usaha mencapai tujuan pendidikan sekolah
4.     Guru tersebut mampu melaksanakan perananya dalam PBM dan belajar dalam kelas.[27]
Menurut Porter, sebagaimana yang dikutip oleh Karl Tan Beng San, bahwa tenaga profesional yang akan mampu menghadapi persaingan dunia global dalam era milinium ini sekurang-kurangnya memiliki lima karakteristik ketrampilan, yaitu:
1.     Memiliki ketrampilan dasar (basic skill)
2.     Menguasai ketrampilan khusus (spesialisasi)
3.     Menguasai ketrampilan komputer
4.     Menguasai ketrampilan bahasa asing
5.     Menguasai kertampilan manajerial dan kepemimpinan.[28]
  


[1] Muhibin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Guru, (Bandung; Remaja Rosdakarya, 2000), hlm 229[2] Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta; Balai Pustaka, 2002), hlm 584[3] E. Mulyasa, Kurikulum Berbasis Kompetensi, (Bandung; Remaja Rosdakarya, 2002),  hlm 37[4] E. Mulyasa, Ibid., hlm 39[5] Sardiman, A.M., Op.Cit., hlm. 133[6] Mungin Eddy Wibowo, Paradigma Bimbingan dan Konseling, (Semarang; DEPDIKNAS, 2001),  hlm 2
[7] Jasuri Shofi, Op. Cit., hlm 3[8] Ahmad Tafsir, Op.Cit., hlm. 107[9] Mungin Eddy Wibowo, Op.Cit., hlm2[10] SyaifulSagala, Administrasi Pendidikan Kontemporer, (Bandung: Al Fabeta, t.th.), hlm. 198[11] Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum Teori Dan Praktek, (Bandung; Remaja Rosdakarya, 1999), hlm 191.[12] Imam Abi Abdillah Muhammad Bin Ismail Bin Ibrohim Bin Mughiroh Bardizah Al-Bukhori Al-Ja’fi, Shahih Bukhori, Juz 1, (Beriut-libanon; Dar-al kutb al Ilmiah, 1992), hlm 26.[13] Suyanto dan Djihad Hisyam, Refleksi Dan Reformasi Pendidikan Di Indinesia Memasuki Milenium 111,  (Jogjakarta; Adicita Karya Nusa, 2000), hlm.  29.[14] Departemen Agama, Op.Cit, hlm.  670.[15] Departemen Agama, Op.Cit., hlm 157.[16]Muhibin Syah, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru, (Bandung; Remaja Rosdakarya, 2000), hlm. 236.
[17] Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam, (Bandung, Remaja Rosdakarya, 2003), hlm.  97.[18] Muhaimin, Ibid., hlm.  98[19] Syaifl Bahri Djamarah, Op.Cit., hlm. 49[20] Sardiman A.M, Op.Cit., hlm. 149[21] Made Pidarta, Landasan Kependidikan, (Jakarta; Rineka Cipta, 1997), hlm. 272[22] Sortjipto dan Raflis Kosasi, Profesi Keguruan, (Jakarta; Rineka Cipta, 1999), hlm. 30[23] Muhaimin, Op.Cit., hlm. 95[24] Sudarwan Danim, Inovasi Pendidikan dalam Upaya Peningkatan Profesionalisme Tenaga Kependidikan, (Bandung; Pustaka Setia, 2002), hlm. 30[25] W. Gulo, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta; Grasindo, 2002), hlm. 37
[26] Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung; Remaja Rosdakarya, 2002), hlm. 17[27] Oemar Hamalik, Pendidikan Guru Berdasarkan Pendekatan Kompetensi, (Jakarta; Bumi Aksara, 2002), hlm. 38[28] Mukhtar, Desain Pembelajaran,Pendidikan Agama Islam, (Jakarta; Misaka Galita, 2003), hlm. 81-82

Tidak ada komentar:

Posting Komentar